Konflik-Konflik Sara yang Ada di Indonesia – Masalah SARA selalu menjadi hal sensitif di Indonesia. Banyak kasus yang kemudian diseret ke isu SARA. Menurut hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau yang biasa disingkat dengan singkatan LIPI menyatakan, isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) menjadi ancaman besar Pemilu 2019. Peneliti LIPI Syarif Hidayat mengatakan bahwa isu SARA menjadi besar karena dikapitalisasi dan dimanipulasi elite politik.
Survei ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI pada April-Juli 2018. Survei ini melibatkan 145 ahli politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Survei P2P LIPI ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Penelitian tidak bertujuan menggeneralisasi pandangan. SARA ialah isu yang berpotensi memecah belah masyarakat yang bersifat majemuk seperti di Indonesia.
Sebelum mempermasalahkan SARA secara mendalam, kamu perlu tahu tentang SARA. Berikut adalah pengertian SARA dan penjelasannya:
Pengertian SARA dan penjelasannya
SARA adalah akronim dari Suku Ras Agama dan Antar golongan. SARA adalah pandangan ataupun tindakan yang didasari dengan pikiran sentimen mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Yang digolongkan sebagai sebuah tindakan SARA adalah segala macam bentuk tindakan baik itu verbal maupun nonverbal yang didasarkan pada pandangan sentimen tentang identitas diri atau golongan.
Tiga Ketagori SARA
SARA dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
Pertama, Individual. Di mana tindakan SARA dilakukan oleh individu atau golongan dengan tindakan yang bersifat menyerang, melecehkan, mendiskriminasi, atau menghina golongan lainnya.
Kedua, Institusional. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh institusi atau pemerintah melalui aturan atau kebijakan yang bersifat diskriminatif bagi suatu golongan.
Ketiga, Kultural. SARA yang dikatagorikan di sini adalah tindakan penyebaran tradisi atau ide-ide yang bersifat diskriminatif antar golongan.
Dampak dari tindakan SARA adalah konflik antar golongan yang dapat menimbulkan kebencian dan berujung pada perpecahan. Contohnya pada kasus konflik Tragedi Sampit yang terjadi pada 2001 silam. Konflik ini terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura di mana SARA adalah biang dari masalahnya. Warga Madura dinilai gagal dalam beradaptasi dengan Warga Dayak kemudian muncullah diskriminasi antar golongan hingga pecah konflik dan akhirnya memakan korban hingga 500 orang.
Contoh lain dari kasus SARA adalah Kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan ini merupakan kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta dan juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. Banyak sasaran perusakan adalah milik etnis Tionghoa. Lebih jauh, juga ditemukan sejumlah kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan Tionghoa.
Kasus SARA yang cukup menggemparkan publik pada kurun waktu beberapa tahun ini adalah dikuaknya kasus sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen. Polisi membongkar sindikat penebar ujaran kebencian bernama Saracen ini pada pertengahan 2017 lalu. Dipimpin oleh Jasriadi, jaringan ini ternyata telah memproduksi dan menyebarkan konten kebencian bernada SARA sejak November 2015.
Polisi mengungkapkan, Saracen sebagai salah satu jaringan penebar kebencian melalui media sosial (medsos). Di dunia maya, peran para sindikat penebar kebencian ini saling berkaitan. Grup-grup medsos diibaratkan pasar. Para pembuat meme, narasi dan gambar di-posting di grup. Ada 800 ribu akun medsos yang berkaitan dengan grup Saracen. Akun-akun ini bersama-sama menyebar konten kebencian dan berita hoaks, walau pemilik akun tak saling mengenal. Bahkan, konten hinaan terhadap Presiden Jokowi yang diunggah Muhammad Farhan Balatif juga tersebar di “pasar” Saracen.
Kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, menyisakan trauma mendalam bagi para korban. Tercatat, kurang lebih sebanyak 11 ribu meninggalkan Wamena untuk kembali ke tanah asal. Selain di Wamena, beberapa daerah lain juga pernah terjadi kerusuhan dipicu isu Suku, Agama, dan Ras (SARA). Berikut adalah beberapa sumber, berikut 5 konflik karena isu SARA yang pernah terjadi di Indonesia.
1. Konflik Antar Suku di Sampit (2001)
Pada 2001 silam, terjadi konik antara suku di Sampit. Tragedi itu dapat dikatakan sebagai kerusuhan paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Penyebab konflik ini diduga akibat adanya warga Dayak yang dibantai oleh Warga Madura yang menetap di sana. Versi lain mengatakan jika kedua suku saling membakar rumah dan mengakibatkan Suku Dayak yang memenuhi hampir semua wilayah Kalimantan Tengah murka. Karena tragedi ini 500 orang dikabarkan meninggal dunia, 100 di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh Suku Dayak. Pemenggalan ini dilakukan oleh Suku Dayak karena mereka ingin mempertahankan wilayah yang saat itu mulai dikuasai oleh Suku Madura. Pihak Kepolisian setempat sebenarnya sudah menangkap orang-orang yang dianggap sebagai dalang dari kerusuhan. Namun setelah ditangkap, Kantor Polisi justru dikepung oleh Suku Dayak hingga Polisi tepaksa melepaskan kembali tahanan. Konflik yang terjadi di tahun 2001 ini akhirnya berakhir setelah setahun berlangsung.
2. Konflik antar agama di Ambon (1999)
Satu tahun pasca reformasi, Indonesia kembali menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan adanya konflik agama yang terjadi di Ambon sekitar tahun 1999. Konflik tersebut akhirnya meluas dan menjadi kerusuhan buruk antara agama Islam dan Kristen yang berakhir dengan banyaknya orang meninggal dunia. Orang-orang dari kelompok Islam dan Kristen saling serang dan berusaha menunjukkan kekuatannya. Awalnya, konflik ini dianggap sebagai konflik biasa. Akan tetapi, muncul sebuah dugaan jika ada pihak yang sengaja merencanakan dengan memanfaatkan isu yang ada. Selain itu, TNI yang saat itu masih bernama ABRI juga tak bisa menangani dengan baik, bahkan diduga sengaja melakukannya agar konflik terus berlanjut dan mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang terjadi di Ambon membuat kerukunan antar umat beragama di Indonesia jadi memanas hingga waktu yang cukup lama.
3. Konflik antar etnis (1998)
Di penghujung era orde baru terjadi kerusuhan yang menjadi konflik antar etnis di Indonesia. Hal ini awalnya dipicu oleh krisis moneter yang membuat banyak sektor di Indonesia runtuh. Namun lambat laun kerusuhan menjadi semakin mengerikan hingga berujung pada konflik antara etnis pribumi dan etnis Tionghoa. Kerusuhan melebar dan menyebabkan banyak aset-aset miliki etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar karena kemarahan. Selain menjarah dan membakar banyak hal penting dari etnis Tionghoa. Mereka juga melakukan tindak kekerasan kepada para wanita dari etnis ini. Kasus pelecehan seksual banyak dilaporkan hingga kasus pembunuhan pun tak bisa dihindari.
4. Konflik golongan agama (2000-an)
Pada tahun 2000-an terjadi konflik yang melibatkan golongan Agama, yaitu Ahmadiyah dan Syiah. Kerusuhan ini bermula saat, golongan Ahmadiyah mengalami banyak sekali tekanan dari kelompok mayoritas di wilayahnya. Mereka dianggap menyimpang sampai akhirnya diusir, rumah ibadah dan warga dibakar hingga aksi kekerasan lainnya. Jemaah dari Ahmadiyah dipaksa kembali ke ajaran asli dan meninggalkan ajaran lamanya. Selain Ahmadiyah, Syiah juga ditekan di Indonesia. Kelompok ini dianggap sesat dan harus diwaspadai dengan serius. Namun, masyarakat terlalu ekstrem hingga banyak melakukan kekerasan pada kelompok ini mulai dai pembakaran rumah ibadah hingga pesantren. Hal tersebut dilakukan dengan dalih agar Islam di Indonesia tidak tercemar oleh ajaran pengikut Syiah.
5. Konflik Antar Golongan dan Pemerintah (GAM, RMS, dan OPM)
Konflik antara Gerakan Aceh Merdeka atau GAM dengan pemerintah sempat menjadi perhatian internasional. Konflik ini terjadi karena banyak dari milisi GAM menginginkan lepas dari Indonesia. Sayangnya pemerintah tak mau hingga adu kekuatan terjadi selama bertahun-tahun. Konflik ini akhirnya selesai sehabis muncul sebuah kesepakatan yang salah satunya adalah membuat Aceh menjadi daerah otonomi khusus. Selain GAM adalah lagi RMS atau Republik Maluku Selatan dan Operasi Papua Merdeka atau OPM. Kelompok ini menginginkan merdeka dan lepas dari Indonesia. Untuk memenuhi hasrat ini tindakan-tindakan pemberontakan kerap terjadi dan membuat warga sekitar merasa sangat terganggu. Pasalnya gerakan separatis seperti ini hanya akan membuat situasi menjadi buruk.